Cadar termasuk jenis pakaian untuk menutupi muka, begitulah definisi dari kamus besar kita. Sebagian orang menganggap cadar merupakan cara berpakaian yang aneh, mereka beralasan bahwa atmosfer Indonesia tak sama dengan Timur Tengah yang berdebu, panas, kering, dsb. namun ada sebagian yang lain mengatakan bahwa menggunakan cadar adalah tradisi islam sejak zaman Rasulullah saw dan bukanlah produk budaya untuk Timur Tengah.
 
Tentu apapun alasan yang mereka utarakan harus kita kembalikan kepada syari’at, lalu bagaimana pandangan islam akan cadar? Bagaimana para ulama kita memeras produk hukum dari Quran Sunah akan masalah ini? Penulis akan mencoba mengambil pandangan dari dua sisi bersebrangan, yang mengatakan bahwa cadar wajib, dan kalangan yang mengatakan bahwa cadar itu tidak wajib.

Kalangan yang mengatakan bahwa cadar itu wajib, mereka ber hujjah atas :

1.      Dalam surat Al Ahzhab 59 Allah berfirman : “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dalam ayat ini Ibnu Abbas dan Qatadah mengatakan untuk menutupi wajah dengan dengulurkan jilbanya kemuka agar tidak diganggu. (lihat catatan kaki)

2.      Dalam surat An-Nur 31 Allah berfirman : “Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka...
Menjaga kemaluan sifatnya umum, dan salah satu sarana untuk menjaga kemaluan adalah dengan menggunakan cadar (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 7)

Selanjutnya Allah berfirman dalam ayat yang sama ... Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka... (Qs.Annur 31)

Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa yang biasa nampak adalah jilbab itu sendiri (lihat jami’ Ahkamin Nisa’IV/486)

Dalam lanjutan ayat setelahnya ... Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka ... 
jangankan muka, leher dan dada saja wajib ditutup. (lihat : Risalah Al-Hijab, hal 7-8)

3.      Dalam surat Al-Ahzhab 53 Allah berfirman : ““Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” 
 
Setelah turunnya ayat ini maka Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam menutupi istri-istri beliau, demikian para sahabat menutupi istri-istri mereka, dengan menutupi wajah, badan, dan perhiasan. (Lihat Hirasah Al-Fadhilah, hal: 46-49, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah)

Kalangan yang mengatakan bahwa cadar itu tidak wajib, mereka ber hujjah atas :

1.      Dalam surat An Nur 31 Allah berfirman, ... Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka ...”

Ibnu Abbas berkata, yang biasa nampak adalah“Wajah dan telapak tangan.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dan Isma’il Al Qadhi. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)

Dalam lanjutan potongan ayat berikutnya Allah berfirman “ ... Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka ...”

Ibnu Hazm mengatakan : “Dalam firman Allah ini juga terdapat nash bolehnya membuka wajah, tidak mungkin selain itu.” (Al Muhalla III/216-217, Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 73).
2.      Dalam sebuah hadits :
Bahwa Asma’ bintu Abi Bakar menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling darinya dan berkata, “Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu, jika telah mendapatkan haidh, tidak pantas terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya.”
 (HR. Abu Dawud dan Thabrani, dishahihkan oleh syaikh Al Albani dalam  Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 58)

3.      Ibnu Abbas pernah bercerita tentang perintah rasulullah untuk senantiasa menundukkan pandangan. Cerita ini telah diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ahmad, dll. Albani mengatakan “sanadnya baik”

Ibnu Hazm berkata : Seandainya wajah wanita merupakan aurat yang wajib ditutupi, tidaklah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkan wanita tersebut membuka wajahnya di hadapan orang banyak. 

Pastilah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan wanita itu untuk menurunkan (jilbabnya) dari atas (kepala untuk menutupi wajah). Dan seandainya wajahnya tertutup, tentulah Ibnu Abbas tidak mengetahui wanita itu cantik atau buruk.”

Perkataan Ibnu Hazm juga selaras dengan perkataan Ibnu Baththal dalam Fathu Al-Bari XI/8 dan didukung oleh syaikh Al Albani (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 61-64). 

Disamping itu banyak sekali ulama’ yang tidak mewajibkan cadar misalnya Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam kitabnya Hijabul Mar'atil Muslimah fil-Kitab was-Sunnah dan mayoritas ulama Al-Azhar di  Mesir, ulama Zaituna di Tunisia, Qarawiyyin di Maghrib (Maroko),Yusuf Qardhawi dari mesir dan tidak sedikit dari ulama Pakistan, India, Turki, dan lain-lain.
 
Semua yang dipaparkan penulis tentu tidaklah mewakili semua dalil dan hujjah yang mereka punya, karena keilmuan penulis yang terbatas dan penulis merasa belum berhak untuk membuat produk hukum.
Semoga dengan paparan diatas dapat menjadi refrensi akan wawasan kita semua, bahwa masalah cadar bukanlah masalah yang harus dipesoalkan dan membuat kita menjadi bingung atau saling menghujat satu sama lainnya. Namun, dengan adanya perbedaan ini justru akan ada banyak pilihan untuk kita. Biarkanlah mereka memakai cadar atau tidak memakai cadar, karena masing-masing memiliki argumen dan dalil dari Quran Sunah yang sama-sama kuat. 

Wallahu’alam
Catatan kaki :
Ibnu abbas (Syaikh Mushthafa Al-Adawi menyatakan bahwa perawi riwayat ini dari Ibnu Abbas adalah Ali bin Abi Thalhah yang tidak mendengar dari ibnu Abbas. Lihat Jami’ Ahkamin Nisa IV/513) 
Qatadah (Riwayat Ibnu Jarir, dihasankan oleh Syaikh Mushthafa Al-Adawi di dalam Jami’ Ahkamin Nisa IV/514)