Tentu
apapun alasan yang mereka utarakan harus kita kembalikan kepada syari’at, lalu
bagaimana pandangan islam akan cadar? Bagaimana para ulama kita memeras produk
hukum dari Quran Sunah akan masalah ini? Penulis akan mencoba mengambil
pandangan dari dua sisi bersebrangan, yang mengatakan bahwa cadar wajib, dan
kalangan yang mengatakan bahwa cadar itu tidak wajib.
Kalangan yang
mengatakan bahwa cadar itu wajib, mereka ber hujjah atas :
1.
Dalam
surat Al Ahzhab 59 Allah berfirman : “Hai Nabi katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam ayat ini Ibnu Abbas dan
Qatadah mengatakan untuk menutupi wajah dengan dengulurkan jilbanya kemuka agar
tidak diganggu. (lihat catatan kaki)
2. Dalam surat An-Nur 31 Allah berfirman : “Katakanlah kepada wanita yang
beriman: Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan
mereka...
Menjaga
kemaluan sifatnya umum, dan salah satu sarana untuk menjaga kemaluan adalah
dengan menggunakan cadar (Lihat Risalah
Al-Hijab, hal 7)
Selanjutnya
Allah berfirman dalam ayat yang sama ... Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka... (Qs.Annur
31)
Ibnu Mas’ud
mengatakan bahwa yang biasa nampak adalah jilbab itu sendiri (lihat jami’
Ahkamin Nisa’IV/486)
Dalam lanjutan ayat setelahnya ... Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung ke dada (dan leher) mereka ...
jangankan
muka, leher dan dada saja wajib ditutup. (lihat : Risalah Al-Hijab, hal
7-8)
3. Dalam surat Al-Ahzhab 53 Allah berfirman : ““Apabila kamu meminta sesuatu
(keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang
tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.”
Setelah
turunnya ayat ini maka Nabi shallallahu
‘alihi wa sallam menutupi
istri-istri beliau, demikian para sahabat menutupi istri-istri mereka, dengan
menutupi wajah, badan, dan perhiasan. (Lihat Hirasah
Al-Fadhilah, hal:
46-49, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah)
Kalangan yang
mengatakan bahwa cadar itu tidak wajib, mereka ber hujjah atas :
1.
Dalam
surat An Nur 31 Allah berfirman, “... Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka ...”
Ibnu Abbas berkata, yang biasa nampak adalah“Wajah dan telapak tangan.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dan Isma’il Al Qadhi. Dishahihkan
oleh Syaikh Al Albani)
Dalam lanjutan potongan ayat berikutnya Allah
berfirman “ ... Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan
leher) mereka ...”
Ibnu Hazm mengatakan : “Dalam firman Allah ini juga terdapat nash bolehnya membuka
wajah, tidak mungkin selain itu.” (Al Muhalla III/216-217, Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 73).
2.
Dalam sebuah
hadits :
“Bahwa Asma’ bintu Abi Bakar menemui Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling darinya dan berkata, “Wahai Asma’,
sesungguhnya seorang wanita itu, jika telah mendapatkan haidh, tidak pantas
terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajahnya dan kedua
telapak tangannya.”
(HR. Abu Dawud dan Thabrani, dishahihkan oleh syaikh Al
Albani dalam Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 58)
3.
Ibnu Abbas pernah bercerita tentang perintah
rasulullah untuk senantiasa menundukkan pandangan. Cerita ini telah
diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ahmad, dll. Albani mengatakan “sanadnya baik”
Ibnu Hazm berkata : “Seandainya wajah wanita merupakan aurat
yang wajib ditutupi, tidaklah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkan
wanita tersebut membuka wajahnya di hadapan orang banyak.
Pastilah beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan wanita itu untuk menurunkan
(jilbabnya) dari atas (kepala untuk menutupi wajah). Dan seandainya wajahnya
tertutup, tentulah Ibnu Abbas tidak mengetahui wanita itu cantik atau buruk.”
Perkataan Ibnu Hazm juga selaras dengan perkataan
Ibnu Baththal dalam Fathu Al-Bari XI/8
dan didukung oleh
syaikh Al Albani (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, hal. 61-64).
Disamping itu banyak sekali ulama’ yang tidak mewajibkan
cadar misalnya Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
dalam kitabnya Hijabul Mar'atil Muslimah fil-Kitab was-Sunnah dan mayoritas ulama Al-Azhar di Mesir, ulama Zaituna di
Tunisia, Qarawiyyin di Maghrib (Maroko),Yusuf Qardhawi dari mesir dan tidak
sedikit dari ulama Pakistan, India, Turki, dan lain-lain.
Semua yang dipaparkan penulis tentu
tidaklah mewakili semua dalil dan hujjah yang mereka punya, karena keilmuan
penulis yang terbatas dan penulis merasa belum berhak untuk membuat produk
hukum.
Semoga dengan paparan diatas dapat
menjadi refrensi akan wawasan kita semua, bahwa masalah cadar bukanlah masalah
yang harus dipesoalkan dan membuat kita menjadi bingung atau saling menghujat
satu sama lainnya. Namun, dengan adanya perbedaan ini justru akan ada banyak
pilihan untuk kita. Biarkanlah mereka memakai cadar atau tidak memakai cadar,
karena masing-masing memiliki argumen dan dalil dari Quran Sunah yang sama-sama
kuat.
Wallahu’alam
Catatan
kaki :
Ibnu abbas (Syaikh Mushthafa Al-Adawi menyatakan
bahwa perawi riwayat ini dari Ibnu Abbas adalah Ali bin Abi Thalhah yang tidak
mendengar dari ibnu Abbas. Lihat Jami’
Ahkamin Nisa IV/513)
Qatadah (Riwayat Ibnu Jarir, dihasankan oleh Syaikh Mushthafa Al-Adawi di dalam Jami’ Ahkamin Nisa IV/514)
Qatadah (Riwayat Ibnu Jarir, dihasankan oleh Syaikh Mushthafa Al-Adawi di dalam Jami’ Ahkamin Nisa IV/514)